ITIHASA
1.
SANTI
PARVA
2.
ASVAMEDHA
PARVA
Di
Susun Oleh:
1.
Ketut
Catur Restu
2.
Nengah
Pasek
3.
Ni
Dewi Ratih
4.
Ni
Kadek Elfrida Putri
SEKOLAH
TINGGI AGAMA HINDU LAMPUNG
Tahun
Ajaran 2011-2012
PENDAHULUAN
Mahabharata
merupakan salah epos besar India yang telah termasyur di seluruh dunia.
Mahabharata merupakan kisah agung yang terdiri dari delapan belas parva, yang
mengisahkan tentang wangsa kuru, Pandava dan Kaurava. Di mana Kaurava
memenangkan kerajaan Hastinapura dengan cara yang curang yakni melalui permainan
dadu. Kecurangan Kaurava tersebut membuat Pandava menderita selama tiga belas
tahun.
Melihat
penderitaan Pandawa tersebut membuat Krsna yang merupakan Avatara Visnu
kedelapan meminta para Dewa untuk terlahir ke dunia manusia guna membantu
Pandava menghancurkan kejahatan dan menegakkan Dharma. Sehingga munculah ajaran
keabadian Bhagavad Gita dari percakapan antara Krsna dan Arjuna. Yang mana di
dalamnya mengandung ajaran yang mengupas tugas dan kewajiban manusia di dunia.
Mahabharata
ini di karang oleh Rsi Vyasa, penyusun Veda, putra Maharsi Parasara.
Mahabharata bukanlah karangan biasa, namun didalamnya tersirat catatan pikiran dan jiwa para leluhur
kita jaman dahulu yang menginginkan terjaganya kebajikan dalam jaman apapun.
Kisah ini juga berisikan pedoman kehidupan yang juga kaya akan filsafat hidup.
Di
dalam makalah ini, akan mengulas Mahabharata parva ke-12 dan ke-14 yaitu Santi
Parva dan Asvamedha Parva. Santi Parva berisi tentang perang bathin Yudhistira
yang merasa menyesal karena telah membunuh saudara dan kerabatnya dalam perang.
Kemudian ia mendapat nasihat-nasihat dari Rsi Vyasa dan Krsna, sehingga ia
bersemangat kembali untuk melanjutkan pemerintahan. Sedangkan Aswamedha Parva
mengisahkan tentang upacara Yadnya yang dilakukan oleh Yudhistira.
Daftar
Isi
Halaman
Judul………………………………………………………………………… 1
Pendahuluan…………………………………………………………………………… 2
Daftar
Isi……………………………………………………………………………… 3
Bab
I
Santi
Parwa……………………………………………………………………………. 4
A.
Radheya adalah
Putraku………………………………………………………. 4
B.
Kesedihan Yudhistira…………………………………………………………. 8
C.
Penobatan
Yudhistira………………………………………………………….. 12
D.
Kesimpulan Cerita Santi
Parwa………………………………………………… 17
Bab II
Aswamedha Parwa……………………………………………………………………. 18
A.
Aswamedha Pada Jaman
Dahulu……………………………………………… 18
B.
Aswamedha Yang Dilakukan oleh
Yudhistira………………………………… 22
C.
Kesimpulan Cerita Aswamedha Parwa
……………………………………….. 24
1.
Makna Upacara Aswamedha……………………………………………….. 24
2.
Tujuan Upacara Aswamedha………………………………………………. 24
3.
Upacara Aswamedha Pada Jaman Ini……………………………………… 24
Bab
III
Nilai-Nilai
Yang Terkandung di Dalam Cerita Santi Parwa dan Aswamedha Parwa… 28
a. Nilai
Tradisi…………………………………………………………………… 28
b. Nilai
Moral…………………………………………………………………….. 28
c. Nilai
Kesetiaan ……………………………………………………………….. 28
d. Nilai
Kepemimpinan…………………………………………………………... 29
e. Nilai
Yadnya………………………………………………………………….. 29
f. Nilai
Pendidikan………………………………………………………………. 29
g. Nilai
Spiritual………………………………………………………………….. 29
BAB
I
SANTI
PARWA
A.
Radheya
Adalah Putraku
Dhrtarastra
menunjuk Vidura, Sanjaya dan Dhaumya untuk mempersiapkan kremasi para pahlawan
agung yang telah gugur dimedan perang. Dengan cepat kremasi itu selesai.
Yudhistira ditemani dengan Dhrtarastra dan yang lainnya, menuju ke tepi sungai
Gangga untuk mempersembahkan air suci pada orang yang telah tiada. Mereka semua
ada disana: Gandhar, Kunti, dan Draupadi. Para pria tidak memakai perhiasaan
dan busana sutera mereka. Mereka memakai busana yang paling sederhana. Dada
mereka yang bidang di tutupi dengan busana yang atas yang tipis. Iring-iringan
ini perlahan
Keadaan Kunti sangat menyedihkan.
Tiga hari yang lalunya Radheya dibunuh oleh Arjuna. Terjadi perayaan yang
sangat meriah dalam perkemahan Pandava. Ia mendengar hal itu dari sanjaya.
Ketika Sanjaya memberi tahu Dhrtarastra mengenai peperangan, tentang kematian
Rhadeya, ia mendengarnya. Hatinya dibakar oleh kesedihan. Ia tidak bisa
mengatakan hal itu pada siapapun. Ia tidak bisa menceritakan tentang luka
hatinya. Ia harus Diam. Hari ini, di medan peperangan, ia melihat putra pertamanya.
Ia tidak akan membiarkan diirinya pingsan. Krsna hanya memandang sesaat. Ia
memandang Radheya dan ia meliihat istrinya menangisi suaminya. Ia juga melihat
semua itu dan masih saja tidak berkata apa-apa. Sekarang, pada akhir semua
kejadian ini, ia berjalan bersama mereka semua melihat acara persembahan air
suci di tepi sungai suci Gangga. Gangga
yang samalah yang telah anaknya beberapa tahun yang silam. Gangga masih
saja mengalir dengan tenang seperti pada hari yang tidak bisa terlupakan ketika
ia menghayutkan kotak kayu pada sungai itu. Terlihat seperti baru kemarin.
Kunti melihat par pria yang sedang memberikan persembahan terakhir pada
orang-orang yang telah mendahului. Radheya tidak memiliki putra yang bisa
melakukan upacar itu untuknya. Mereka semua telah tewas. Ia masih saja seorang
anak yatim piatu sama seperti pada saat ia membuangnya. Hatinya seakan-akan
meledak meledak karena kesedihannya yang sangat mendalam.ia terbakar karena
penyesalan diri karena ketidak adilan yang telah ia lakukan pada anaknya itu.
Kunti mengangkat bahunya. Ia merapatkan bibirkannya. Ia harus melakukannya. Ia
setidaknya harus melakukan ini untuk Radheya. Ia berjalan dengan langkah yang
pasti mendekati putranya Yudhisthira.
Yudhistira baru saja menyelesaikan
persembahan itu pada putra-putra Draupadi dan semua yang lainnya. Air mata
Arjuna masih Nampak di matanya. Ia baru saja melalukan upacara itu pada
Abhimanyu yang sangat ia cintai. Sekarang Kunti akan melakukan sesuatu yang
akan membuat pucat pada semau wajah anak-anaknya yang sekarang tanpa ekspresi
apa-apa. Ia mendekati Yudhistira dan meletakan tangannya pada punggung
Yudhistira. Ia berbalik dan berkata: “Ya Ibu? Ada apa? Mengapa engkau memanggil
ku? “ Kunti harus menelan segala kesedihan agar tidak keluar dari bibirnya. Ia
berkata: “Masih ada orang yang tersisa. Kau harus membuat persembahan ini
untuknya juga, putraku.” Yudhistira memandangnya. Matanya merah karena air mata
yang ia tahan. Semua orang yang ada disana diam dan melihat mereka berdua.
Saudara-saudara Yudhistira mengelilingi mereka berdua dan berdiri dengan alis
yang terangkat untuk menebak siapakah orang yang dimaksudkan itu. Krsna
satu-satunya orang yang tahu, berdiri dan melihat Kunti dengan penuh welas asih
di matanya. Ia telah menyimpan semua rahasia itu dengan baik. Ia tidak
mengatakannya pada saat perang terjadi. Ia tetap diam bahkan pada saat Radheya
tewas, karena semua itu pasti akan membuat Yudhistira sedih. Ia akan
berhenti berperang dan kembali ke hutan.
Apa yang Kunti lakukan hari ini adlah hal yang benar. Krsna mendengarnya.
Yudhistira berkata: “ satu orang
lagi? Aku tidak mengerti. Aku ingat orang-orang yang telah tewas dengan baik.
Pastilah aku tidak akan lupa pada orang yang telah mati untukku! Siapakah orang
yang harus mendapatkan persembahan ini?” Kunti berkata:”Radheya lah orangnya.
Kau juga harus membuat persembahan ini untuknya”. Yudhistira tercengang. Ia berkata: ‘Radheya?
Tetapi Ibu, mengapa aku harus melakukannya untuk Radheya? Ia adalah seorang Sutaputra. Upacara pemakaman ini harus
dilakukan oleh Ayahnya karena putra-putranya telah mati. Aku adalah seorang
ksatriya. Mengapa kau memintaku untuk melakukanya, Ibu? Untuk Radheya,
Sutaputra, musuh bebuyutan kami? Mengapa aku harus melakukannya, Ibu? Kataka
padaku. Mengapa kau terlihat sangat sedih?” sesaat berlalu. Kunti diam denagn
segalakesedihan dihatinya” ia mengambil nafas yang dalam dan berkata:
“Yudhis-thira, kau harus melakukanya karena Radheya adalah seorang ksatria dan
bukan seorang Sutaputra! Radheya bukan seorang Sutaputra! Semua orang terkejut
mendengarnya. Yudhistira: Tetapi, Ibu,
kau tidak tahu apapun tentang Radheya! Bagaimana kau tahu bahwa ia adalah
seorang ksatria? Berarti kau tahu siapa dirinya. Mengapa aku harus
mempersembahkan air suci pada Radheya? Aku sangat bingung dengan kata-katamu.
Katakan pada ku Ibu, siapakah ayah dari Radheya yang agung?” Kunti
berkata: “Radheya adalah putra Surya .
Ibu Radheya adalah seorang gadis kecil. Surya memberikan putra ini padanya. Ia
terlahir dengan Kavaca dan Kundala. Ibunya takut dengan hinaan dunia. Kau tahu, bahwa ia adalah seorang gadis yang
berada dirumah ayah nya. Ia aharus menyimpan rahasia ini di dalam hatinya. Ia
meletakkan anka itu pada kotak kayu dan menghayutkan nya di sungai yang sama :
Gangga anak ini di pungut oleh Atiratha dan ia memberikannya pada istrinya
Radha. Itulah mengapa ia bernama Radheya, dan itulah nama yang ia cintai. Ia
tidak akan pernah menggantinya dengan nama lain. Ibunya adalah seorang
ksatria.ia telah melakukan ketidak adilan pada putra pertamanya. Ia memiliki
beberapa anak tapi hatinya kosong karena hal ini.
Yudhistira dan yang lainnya semua
mendengarkan cerita ini. Segalanya terlupakan karena mendengarkan kisah yang
menkjubkan ini. Yudhistira berkata: “Ibu siapakah Ibu Radheya? Siapaka ibu yang
snagat keji yang telah mebuang anknya di sungai Gangga pada saat ia lahir?
Siapakah wanita yang telah menghancurkan hidup dari seorang pria yang sangat
agung? Kau pasti mengenalnya karena kau menceritakan cerita tentang kejahatan
dengan sangat lengkap. Siapakah, Ibu?”
Semua mata memandangnya. Kunti
memandang mereka semua. Ia melihat krisna. Ia memandangnya dengan mata yang
penuh dengan belas kasihan kunti memandang
tepat pada mata Yudhistira dan
berkata : “wanita itu masih hidup. Akulah wanita itu. Radheya adalah putraku :
putraku yang pertama “. Ia jatuh dan tidak sadarkan diri.
Vidura segera berlari ke arahnya
seperti yang ia lakukan pada saat diadakannya pertunjukan keahlian para
pangeran-pangeran ketika ia tidak sadarkan diri karena melihat Radheya.
Yudhisthira tidak bisa memikirkan itu semua. Ia berdiri dan memandang mereka
semua . ia terus menggumam : “Radheya adalah kakakku dan kami telah
membunuhnya!”ia melihat Arjuna. Arjuna segera berlari kearahnya. Ia menangis :
“apa yang telah aku lakukan, Tuhan?apa yang telah aku lakukan?bagaimana aku
bisa hidup setelah semua yang telah terjadi?aku telah membunuh kakakku!
Kakakku, aku telah membunuhnya!’Arjuna tidak mampu berdiri. Ia duduk ditanah
dan ia berteriak dengan kata-kata : “aku telah membunuh kakakku dan aku telah
berbangga karena aku telah membunuhnya! “ia jatuh dan tidak sadarkan diri.
Krsna mendekatinya dan Yudhistira. Kesedihan Yudhistira sangat menakutkan. Ia
bergetar seperti orang yang terserang demam. Matanya merah. Bhima duduk di
samping Arjuna. Ia juga sangat terkejut. Ia seperti seorang anak kecil yang
tiba-tiba menjadi tua.
Bhima memikirkan hari pada saat
pertunjukan itu berlangsung. Ia ingat saat ketika ia baru saja mengetahui bahwa
ia adalah seorang Sutaputra. Bhima telah berkata: “Dengarka aku. Wahai kau
Sutaputra. Kau tidak pantas untuk dibunuh oleh Arjuna. Kau tidak pantas
memegang busur di tanganmu. Bergegaslah, ambilah cemetimu yang lebih pantas
untuk mu”. Bhima kata-kata Duryodhana. Ia telah berkata: “ sedangkan pada
pemuda ini , aku kasihan karena kurang pengertiannya. Ie penuh dengan sifat
yang ada pada diri seorang kesatria dan hanya seorang satria. Tidakkah kau
lihat bahwa seekor harimau tidak akan pernah lahir dari seekor rusa yang lemah?
Tidakkah kau bisa merasakan bahwa ia adalah seorang kesatria? Aku telah
menjadikan dirinya raja Angga. Tetapi aku tahu ia tidak pantas untuk
mendapatkannya. Ia pantas untuk menjadi penguasa dunia. Ia terlahir untuk
menjadi orang baik. Kau tidak cukup mampu atau cukup agung hingga kau bisa mengenalinya”.
Kata-kata Duryodana membakar pikirannya sekarang. Ya mereka tidak cukup agung
untuk menyadari keagungan Radheya. Bhima menangis hingga tubuhnya bergetar. Ia
tidak bisa berkata-kata lagi. Yang ada hanya kesedihan dan tidak ada apapun
yang lainnya. Nakula memikirkan tentang pertarungannya dengan Radheya : Ia
ingat kata-kata Radheya. Ia telah berkata: “Suatu hari kau akan bangga karena
kau telah bertarung denganku. Suatu hari kau akan bangga bahwa Radheya telah
menghinamu”. Ya, Saat penghinaan itu kini menjadi saat yang paling berharga
dalam hidupnya. Tidaklah mungkin bagi Sahadewa untuk melupakan Radheya dan
pertarungannya dengannya. Ia ingat cibiran di bibirnya dan tingkah lakunya yang
sangat tenang. Pandawa memberikan hormat dengan penuh kesedihan. Kunti
disadarkan dengan percikan air dan yang lainnya. Untuk pertama kalinya dalam
kehidupannya, Yudhistira tidak memperhatikan Ibunya. Ia tidak bisa melihat
wanita yang telah melakukan ketidakadilan ini pada Radheya dan pada Pandawa. Ia
pergi dan duduk dengan Arjuna dan Krsna. Yudhistira ingat hari ketika Radheya
mati. Ia ingat saat itu. Ia ingat bahwa ia telah memanggilnya Sutaputra”.
Yudhistira memalingkan wajahnya pada Ibunya. Ia bertanya padanya:”Apakah
Radheya tahu mengenai hal ini, apakah ia tahu siapa dirinya?” “ya” kata
Krsna”Apakah kau tahu mengenai hal ini, Krsna?” Tanya Yudhistira. “ ya, ia
menjawabnya. Tidak memungkinkan bagi mereka untuk berkata sepatah katapun
setelah itu. Radheya tahu bahwa ia bukanlah seorang Sutaputra. Ia tahu bahwa dirinya
adalah putra Surya dan Kunti. Dan Ia membiarkan saudaranya menghinanya dengan
nama itu. Yudhistira memikul kepalanya dalam kemarahannya itu. Ia berkata: “
Ketika aku mendengar bahwa Radheya telah tewas, aku berlari ke medan perang
untuk melihat apakah ia benar-benar tewas. Aku sangat bahagia melihat dirinya
tewas. Ibu, bagaimana kau tega melakukan hal ini pada kami, mencintai kami
seperti yang kau lakukan?”
Hanya pada saat itulah Yudhistira
melihat wajah ibunya. Ia terlihat sangat sedih. Ia tidak ingin mengucapkan
sepatah katapun lagi. Ia sudah cukup menderita. Yudhistira pergi dan berdiri di
tepi sungai Gangga. Seakan-akan persembahan air suci itu telah terbayar hanya
karena air mata Yudhistira. Kematian Abimanyu dan kematian putra-putra Draupadi
terlupakan dalam malapetaka besar yang telah menimpa mereka. Mereka telah
membunuh saudara mereka. Itulah satu-satunya pikiran yang ada di benak mereka
saat Pandawa pergi dari sungai Gangga. Iring-iringan itu kembali ke kota
kerajaan. Gandhari, Kunti dan Draupadi berbagi kesedihan yang sama, mereka
telah kehilangan anak-anaknya, mereka berjalan beberapa langkang iring-iringan
itu.
B.
Kesedihan Yudhistira
Mereka
harus pergi dari kota kerajaan selama satu bulan, dan mereka tidak dapat kembali ke kota kerajaan selama
proses pemakaman selesai dilaksanakan, mereka semua tinggal dirumah-rumah
sementara yang dibangun ditepi sungai gangga, Vyasa Narada berbicara padanya.
Ia berkata “mengapa engkau sangat sedih? Dengan berkat Krsna dan bantuan
saudara-saudaramu yang pemberani
dan juga Pancala, kau sekarang menjadi penguasa dunia. Tahun-tahun
penderitaamu kini telah berakhir, aku merasa sangat bahagia dan mengucapkan
selamat atas keberhasilanmu.
Kesedihan
Yudhisthira muncul ia berkata “Tuanku aku tidak ditakdirkan untuk hidup bahagia
semua kebahagiaan yang seharusnya menjadi milik kami semua hilang karena kami
telah diberitahukan bahwa Radheya
adalah saudara kami,
mengapa kau biarkan semua ini terjadi? Ibuku mengatakan bahwa ia pernah bertemu
denganya di medan
perang, ia memintanya untuk bersamanya dan juga dengan saudara-saudaranya,
tetapi ia tidak mau dan Krsna bertanya padanya dan ia berkata ia tidak akan
mengecewakan sahabat dan majikanya Dhuryodhana,
dengan bergantung pada Radheya
ia telah memulai peperangan, tidak setia pada raja dan tidak menjalankan
kewajiban adalah sifat yang sangat bertentangan dengan sifat saudara kami. Ia
sangat bingung dan menderita ketika mengetahui bahwa Pandawa adalah sanak
saudaranya, tetapi ia tidak akan pernah menyimpang terhadap kewajiban yang
harus ia lakukan, Yudhistira berkata ia adalah orang yang sangat baik dan kami
telah membunuhnya, betapa menyedihkanya takdir ini, guru yang telah memisahkan
kami, ia tau bahwa kami adalah saudaranya dan ia tidak ingin kami tahu tentang
hal ini.
Aku ingat hari dimana pada saat aku berada di
Hastinapura Draupadi
yang dihina oleh mereka semua terutama oleh Radheya.
Aku sangat marah padanya, aku sangat malu
dan terhina, aku memalingkan mataku padanya, aku tidak dapat memandangnya namun
ketika ku lihat kakinya,
semua amarah ku hilang begitu saja, kami sangat
penasaran dengan semua kesamaan ini, selama bertahun-tahun aku mencoba untuk
memecahkan masalah ini, dan lagi-lagi aku mencoba untuk memecahkan masalah ini
namun tak dapat ku selesaikan permasalahan ini. Bagaimana bisa kaki
Radheya Sutaputra itu mirip dengan kaki Ibunya?
Guru ketika aku ketahui sekarang mengapa kakinya mirip dengan kaki
ibuku, hatiku hancur berkeping-keping, bagaimana bisa hati ini bahagia ketika
kami mengetahui bahwa kami telah membunuh seseorang yang agung seperti dirinya,
Radheya yang seharusnya
menjadi Raja kerajaan kuru, kini aku tidak bisa menghibur diri lagi.
Ibuku
mengatakan ia memberikan anugrah yang ia inginkan dan ia mengatakan bahwa tidak akan
membunuh Pandawa yang manapun terkecuali Arjuna karena ia harus bertarung
dengan Arjuna,
itulah jalan satu-satunya untuk membahagiakan hati Duryodhana, kini baru aku sadari mengapa ia tidak membunuh
Bhima ketika Jayadratha
kalah, ia mengampuni Bhima
tanpa membunuhnya. Tetapi ia harus menghinanya, malam itu ia bertarung dengan
Sahadeva, hari berikutnya
Nakula. Pada hari
terakhir hidupnya, ia bertarung denganku kami dibiarkan hidup, ia tidak membunuh kami
karena ia tidak mau melakukannya, betapa baik dan mulia saudara yang kami
miliki, dan Arjuna telah membunuhnya ketika ia tidak siap untuk bertarung! Aku tidak bisa
mengampuni diriku karena kebiadapan ini, kami telah menjadi orang yang paling
jahat yang telah bertempur dalam
perang ini.
Naradha menenangkan hatinya. Ia berkata bahwa Radheya tidak mungkin
dibunuh oleh siapapun, hal ini di
karenakan
dua Brahmana dan campur tangan kehidupan Radheya dengan lengkap
dengan semua tragedi yang di
alaminya.
Ini cerita tentang yang mulia yang menyucikan meraka yang cukup beruntung mengenalnya, hal ini
membuat pandawa semakin sedih, ceritra ini membuat mereka rendah hati, hal ini
membuat mereka menyadari bahwa jalan Tuhan sangat misterius tetapi kesedihan
tidaklah pernah meninggalkan hatinya, ini adalah luka baru yang tidak akan
pernah dapat disembuhkan.
Yudhistira
tidak pernah dapat memamaafkan ibunya karena ke tidak adilanya yang
telah ia lakukan pada Radheya dan juga pada mereka semua, ia mengutuk semua wanita. Ia berkata bahwa sejak
saat itu wanita tidak akan mampu menyimpan rahasia ini karena Kunti telah
menyimpan rahasia itu dengan baik yang membuat malapetaka ini terjadi, tidak
ada cara untuk menenangkan hati para pandawa.
Yudhistira tak sedikitpun
berminat lagi pada kerajaan yang kini telah ia
menangkan yang mana telah begitu banyak penderitaan dan tetesan darah yang
telah tertumpah, Ia hampir ingin meninggalkan segalanya dan kembali kehutan dan
sangatlah sulit menyakinkan
dirinya bahwa itu adalah sebuah perbuatan yang salah. Ia akan duduk dan menyesali kematian
semua orang yang telah terbunuh dalam medan perang. Ia menyalahkan dirinya atas
segala yang terjadi sekarang.
Bima, Arjuna, Nakula, Sahadeva,
Draupadi, semuanya berusaha
untuk meyakinkanya bahwa tindakanya ini salah, bahwa ia tidak boleh begitu
sedih, tetapi itu semua tidak ada tujuanya mereka sangat kecewa dan Yudhistira sangat sedih,
Vyasa, Narada dan yang lainya membuatnya menyadari bahwa tindakannya ini sangatlah
salah, dengan perlahan, Yudhistira
mulai menyadari dan berusaha membuang semua kesedihanya namun tidaklah mudah
bagi Vyasa dan Narada untuk mengubah pendirian raja Yudhistira tetapi akhirnya
Yudhistira menyadari akan
tugasnya sebagai seorang raja ia
diajarkan bahwa seorang pria yang telah
menjadi raja tidaklah patut tenggelam dalam kesedihan yang dapat merugikan
dirinya sendiri karena bagi rakyat,
raja adalah Dewa. Merupakan tugas seorang raja untuk mengatur rakyatnya dengan
baik. Seorang raja tidak memiliki kehidupan sendiri karena ia haruslah hidup demi
rakyatnya ia
harus menjadi ayah dan juga ibu bagi rakyatnya.
Dan
Yudhistira mulai menyadari semua ini dan ia berkata “kini pikiranku tidak
bingung lagi, tuanku. Aku
telah melewati lembah hitam dan telah keluar dengan sinar matahari yang cerah. Ajarilah aku tentang
pedoman yang harus diikuti oleh seorang Raja, semuanya ku serahkan padamu untuk
membimbingku guna menuju jalan yang benar karena aku telah memikul beban yang
sangatlah besar, aku harus mengetahui semua yang berhubungan dengan pemerintah
kerajaan, aku ingin melakukan ini dengan para leluhurku ajarilah aku wahai Guru
yang agung, Vyasa tersenyum dengan bahagia dan berkata “Yudhisthira aku sangat
bahagia karena dirimu ingin sekali mengetahui semua yang berkaitan dengan
pemerintahan kerajaan, hal ini patut dipuji, tetapi kau bertanya pada orang
yang salah, aku adalah orang
yang tidak pernah memerintah, aku adalah orang yang tidak tau menahu tentang
memerintah sebuah
kerajaan dibumi, aku tidak mengerti apa-apa mengenai hal ini, aku memintamu
untuk bertanya pada kakekmu ia adalah orang yang paling mengetahui tentang hal
ini, Gangga ketika ia membawanya bersamanya ingin agar ia menjadi orang yang
tepat dengan perang yang akan ia mainkan raja dari dinasti bulan, ia seharusnya
meneruskan tahta setelah santanu ia diajari tentang ilmu politik oleh Brhaspati tidaklah ada
orang yang menyamai Devavrata dalam hal ini, ia
sangat cocok untuk memainkan peran yang tidak pernah bisa ia mainkan terima
kasih oleh ke egoisan
ayahnya, ia tidaklah pernah memiliki kesempatan untuk mengatakan pada siapapun
mengenai hal ini, Devarata
telah hidup disurga sebelum ia hidup dibumi, ia telah ditemui oleh para Dewa
aku akan menceritakan padamu mengenai keagungan kakekmu.
“Brhaspati adalah guru
dalam bidang ilmu politik.
Gangga, kesayangan para Dewa, adalah ibunya. Mereka bersusah payah membuat putra
Gangga sangat menguasai apa yang seorang
raja harus ketahui. Sukra, guru para dewa dan para asura, mengajarinya
pedoman tingkah laku, Bhargava
adalah gurunya dalam bidang perpanahan Veda Vedangga telah diajarkan padanya oleh
Vasistha sedangkan tentang mengucapkan mantra Markandeyalah yang telah
mengajarinya,Devavrata tahu semua rahasia dibalik
selubung kematian, akan menjadi keberuntungan bagimu untuk mendengar Bhisma yang agung yang
membahas mengenai semua ini, ia akan sangat bahagia memberitahumu, tidak ada
yang akan menyenangkan seorang guru selain seorang murid yang ingin tau dan
rendah hati, pergilah sekarang temuilah manusia yang agung itu dan bertanyalah
padanya, pergilah kepada Bhisma yang telah menghabiskan hari-harinya diranjang
kematian”. Yudhisthira berkata
‘Tuanku, bagaimana aku bisa pergi dan berdiri dihadapan orang yang agung ini?
Akulah yang menjadi penyebab kehancuran dari sepupu-sepupuku. Setelah melakukan
dosa yang seperti itu, bagaimana aku bisa memiliki keberanian untuk menemuinya,
Krsna berkata : “janganlah terlalu sensitif dengan apa yang telah terjadi wahai
Yudhisthira, semua orang sudah tau bahwa takdirlah yang bertanggung jawab atas
semua yang terjadi dan bukanlah dirimu, pergilah dan temuilah Bhisma : dengarkan
kata-kata Vyasa ini demi kebaikan kerajaan yang akan kau pimpin selama bertahun-tahun, Bhisma
adalah orang yang baik, ia tau tentang masa depan Kaurawa janganlah meragukan
tentang hal ini lagi, dengarkan kata-kata Vyasa”. Menerima nasehat mereka semua
Yudhisthira memutuskan untuk menemui kakeknya untuk mengetahui tentang
bagaimana cara untuk memerintah kerajaan.
C.
Penobatan Yudhistira
Kepergianya
selama sebulan dari kerajaan kini telah berlalu, dan kini mereka bisa kembali
ke Hastinapura lagi. Pikiran
raja diraja Yudhisthira telah damai kembali, beliau sangat tidak bahagia dengan semua
yang telah terjadi, siang malam bersama Rsi yang telah memberikannya Santi,
kedamaian itu sendiri, sesuatu
yang telah ia rindukan selama bertahun-tahun ini dan ia sekaranag dapat menghargai
nilai hal-hal tertentu yang sebenarnya. Kekalutan pikirannya telah terobati dan
ia bahagia.
Seseorang
yang peka seperti Yudhisthira
ini tidak dapat memenangkan hatinya untuk
memerintah kerajaan yang telah ia menangkan setelah menyebrangi lautan darah
yaitu darah sepupu-sepupunya darah adik-adik paman dan yang sangat menyedihkan yaitu darah
kekek yang mana telah merawat dan membimbingnya sejak ia berusia balita, dan akhirnya
setelah ditenangkan oleh para Rsi ia menyadari kedudukanya yang sebenarnya dan
ia sekarang bahagia dan siap untuk mengemban tugas sebagai penguasa, Yudhistira
ingin agar ia dapat menjalankan perannya sebagai seorang raja saran dari Rsi
Vyasa telah memberikannya sebuah ide dan ia berangkat ke Hastinapura.
Mereka
berangkat ke kota Kerajaan
dengan Raja Dhrtarastra yang memimpin mereka memulai perjalanan mereka ke kota,
Proses ini sangatlah mengagumkan mereka sampai ke kota kerajaan dengan sangat
cepat, orang-orang melihat raja baru Yudhistira didalam kereta yang ditarik
oleh enam belas
banteng putih. Bhima memegang tali
kekang ditangannya, Arjuna disisi sang raja ini adalah pemandangan yang sangat
menabjubkan orang-orang mempunyai kesempatan untuk menghilangkan kesedihan
mereka, sebulan telah berlalu mereka sangat gembira menyambut kedatangan sang raja di
Hastinapura, dalam kereta yang mengikuti raja Yudhistira duduklah Yuyutsu putra sang
Dhrtarasta satu-satunya yang masih hidup, kereta ini diikuti oleh kereta krsna
yang bersama dengan Satyaki, para wanita kerajaan diusung dengan tandu oleh
para pengusung tandu, Terjadi arak-arakan kuda-kuda-kuda, gajah-gajah dan para
prajurit, ini adalah hari kebahagiaan bagi semua orang.
Yudhistira
diikuti oleh Dhrstarasta dan diikuti oleh yang lainnya memasuki sabha yang
besar, sabha raja-raja kuru, ia diberikan penghormatan oleh semua rakyat dan
para Brahmana yang membacakan
mantra-mantra dan yang memberkati para pandava, Krsna dan Yudhistira maju
menuju singgasana, Krsna mendudukanya pada singgasana paurava yang sangat
termasyur maka
Krsna bercucuran air mata, kini janjinya sang Krsna telah terwujudkan, karena
dulu ia telah bersumpah akan mendudukan Yudhistira pada singgasana itu, dan
kini ia telah berhasil melaksanakan tugas yang sangat berat itu, kursi yang
bertahtakan permata diletakkan menghadap singgasana. Satyaki dan Krsna duduk Bhima dan Arjuna duduk
disamping sang raja ditempat duduk yang terbuat dari gading, duduklah Nakula
dan Sahadeva dan Devi Kunti
pun
duduk bersama Sahadeva, putra kesayanganya mereka duduk bersama, tempat duduk
yang tersendiri juga disiapkan bagi Dhrtarastra dan Gandhari Vidura dan Yuyutsu
duduk disampinya.
Raja
telah dinobatkan alat-alat musik
mengalunkan musik yang sangat indah, para Brahmana membacakan Veda ini adalah
saat yang membuat hari menjadi terharu, perwakilan dari kota kerajaan menghadap
pada sang raja dan mengucapkan selamat datang, Yudhistira terlihat bagaikan
bulan diantara bintang-bintang ia menjawab dengan suara yang sangat lembut dan
kemudian ia berkata “Aku merasa sangat dihormati oleh semua rakyatku aku akan
berusaha sebaik mungkin untuk menjadi seorang raja yang baik, Aku berharap
bahwa pamanku akan tetap menjadi raja seperti yang telah ia laksanakan selama
ini, ia adalah ayah kami, ia adalah ayah dari kerajaan ini, aku hanya akan
menjadi pelayan dan aku akan berusaha untuk membantunya untuk memerintah
kerajaan ini, semua saudaraku akan menolongku”, Yudhistira membubarkan semua
rakyat yang berkumpul di tempat itu setelah menyampaikan hormatnya kepada mereka.
Yudhistira
menobatkan Bhima
sebagai Yuvaraja : pewaris
tahta, Vidura ditunjuk sebagai seorang menteri, ia bertanggung jawab mengurus
pertahanan kerajaan, ia juga penasehat pribadi sang raja, Sanjaya ditunjuk
sebagai penanggung jawab keuangan kerajaan, Nakula bertanggung jawab atas
seluruh pasukan kerajaan, Arjuna adalah komandan pasukan ia bertanggung jawab
atas hubungan antara Hastinapura dengan kerajaan-kerajaan lainnya, ia harus
mempertahankan kerajaan dari serangan kerajaan-kerajaan lain, Dhaumya tetap menjadi pendeta kerajaan.
Sahadeva adalah pengawal pribadi sang raja ia harus selalu bersama dengan sang
raja, Yuyutsu diminta untuk mengatur beberapa provinsi dan juga memenuhi
keinginan raja tua Dhrtarastra, Krsna sangat bangga dengan kecakapan sang raja.
Upacara
pemakaman yang terakhir bagi para pahlawan yang telah mendahului mereka di
lakukan dengan besar-besaran, setelah semua proses pemakaman selesai,
Yudhistira datang menemui Krsna dan berdiri dihadapanya dengan tangan tercakup,
ia berkata “Tuanku, Kau telah memberikan
kembali kerajaanku, demi aku kau telah melakukan tugas yang berat, dalam
kasihmu padaku, Kau sebagai Jiwa Abadi, Kau adalah Dewa dari segala Dewa, dan
kau menyamar menjadi manusia dan dipengaruhi oleh kesenangan dan kesedihan yang
telah memberikan kami masalah, dengan kami dirimu telah menangis dan bersama
kami kau telah tersenyum, kau telah menunjukan ke pada kami jalan kebenaran dan kau telah
menjadi pembimbing kami, aku tidak tau apa yang harus aku katakan, Hatiku penuh
dengan emosi, aku selalu mengikuti nesehatmu, aku bersujud dikakimu dan
membasuh kakimu dengan
air mataku, Hanya itu yang bisa kami lakukan untuk membalas semau yang engkau lakukan untuk kamu,”
Krsna menyuruh Yudhistira berdiri ia berbicara dengan lembut dan manis padanya
dan pada semua saudaranya.
Hari
berikutnya, pada pagi harinya, Yudhistira datang menemui Krsna ia menemuinya
sedang merenung dan berpikir keras dan sang rajapun berkata “aku berpikir apa
yang membuatmu
berpikir keras seperti itu Krsna? Krsna berkata “Aku berpikir tentang Kakekmu
Bhisma, Hidupnya hanya tinggal beberapa hari lagi didunia ini, Kau ingin sekali
belajar darinya, aku ingin menemuinya, Aku memintamu untuk menemaniku, itulah
alasan renunganku tadi,” Yudhistira
berkata “kami akan melakukan saranmu,” Krsna memandang satyaki dan berkata
“Satyaki mintalah kepada Daruka untuk mempersiapkan keretaku, kau juga ikut
bersiap-siap, kita akan pergi ke medan
perang dimana sepupu Kuru Bhisma sedang berbaring diranjang panahnya,”
Kereta
Krsna sudah siap Duruka datang dan memberitahukan itu pada Krsna,semuanya
berangkat kemedan perang, dengan beberapa kereta perang mereka berangkat
kemedan perang, mereka meninggalkan kereta perang dan berjalan kaki kehadapan
Bhisma yang agung, ia terlihat seperti matahari yang telah terbenam, Krsna
mendekati Bhisma dan berbicara pada Bhisma, ia sangat sedih melihat Bhisma yang
sangat menderita, ia duduk disampingnya dan berkata dengan lembut, “bagaimana keadaanmu
tuanku? Kekuatan bertahan dari kematian tidak diberikan padaku, Kekuatan dari
keinginanmu sangatlah mengagumkan, jika saja ujung jarum menusuk ku, aku tidak dapat
menahan rasa sakitnya, bagaimana kau dapat menahan rasa sakit dari ribuan panah yang panah-panah
yang tertancap ditubuhmu? Tidak ada seorangpun yang seperti dirimu didunia ini,
kau adalah gudang pengetahuan kau telah menjadi murid Brhraspati, Sukra,
Vasistha dan Markandea, kau adalah gudang kebijaksanaan, kau adalah salah satu
dari Vasu yang termasyur, kau adalah orang yang paling agung yang pernah
memberkahi Dunia Manusia. Kau harus
menenangkan Yudhisthira yang bersedih karena ia dalah penyebab kematian
sepupu-sepupunya, ia telah ditenangkan oleh Vyasa sendiri, dan ia ingin
memerintah kerajaan seperti yang dilakaukan oleh para leluhurnya, kau harus
mengajarkan semua yang ngkau ketahuai, Kua harus membuatnya menghilangkan semua
kesedihan ini dan memerintah kerajaan dengan baik, hanya kau satu-satunya orang
yang dapat membantunya,”
Bhisma
mendengar kata-kata Krsna, ia mengankat
kepalanya dan memandang Krsna. Sebuah
senyuman nampak disudut bibirnya, ia berkata” Tuanku, Kau adalah Jiwa abadi dan
meresap diseluruh jagat raya, dirimu adalah sumber dari segala pengetahuan dan
kebijaksanaan, katakanlah padaku apa yang harus aku lakaukan, aku tidak tau
berapa lama lagi aku akan bertahan hidup, aku sudah tidak mengingat waktu lagi.
Aku telah melunaskan hutangku pada Satyawati, aku menunggu kereta matahari
memutar arahnya dan menujukeutara, aku ingin kau memberitahukanku kapan akau
bisa melihat Visvarupa, Aku tidak sabar lagi untuk melihat Wujudmu Tuanku” Krsna berkata “Bhisma kau memiliki waktu enam
puluh lima hari lagi untuk hidup didunia ini, aku akan ada disampingmu ketika
kau melepaskan diri dari ikatan ini dan menuju ketempat asalmu, Ketika kau
pergi maka semua pengetahuan yang mendalam ini akan pergi beramamu dan tidak
ada seorangpun yang mampu mendapatkanya, aku ingin dirimu berbicara pada
Yudhisthira mengenai semua yang kau ketahuai, kau bisa melakiukanya”
Bhisma
berkata,”Krsna kau mencoba untuk mentertawai aku, kata-katamu penuh dengan
cinta tetapi ketika kau berada disini bagaimana mungkin aku bisa membicarakan
tentang Dharma dan tingkah laku yang baik pada Yudhisthira? Jika kau sendiri
bisa bicara, tidak kakan sopan, Akan seperti seorang siswa yang mencoba
menjelaskan sesuatu diahdapan Gurunya, semua itu tidak benar, Tuanku” Krsna
tersenyum dan berkata “ kau sangat rendah hati, kau selalu merendahkan dirimu,
tetapi aku ingin kau berbicara pada Yudhisthira,” Bhisma berkata “ Krsna aku sangalah lemah
karena Luka-uka ini, rasa sakit ini sudah tidak dapat kutahan lagi, ingatanku
sudah tidak tajam lagi kau memintaku untuk mengingat sesuatu yang kupelajari
ketika aku berada disurga bersama ibuku, aku rasa aku tidak memiliki rasa untuk
menjelaskan tugas yang kau limpahkan padaku”
Krsna berkata “ Aku akan
memberikanmu sebuah anugrah, rasa sakit dan lemahnya tubuhmu akan hilang sampai
ajal menjemputmu, ingatanmu akan cemerlang kembali penglihatanmu akan tajam
kembali seperti mata pedang, kau akan mampu menguraikan simpul misteri jagat
raya, kau akan mengetahui semua
yang harus diketahuai,” Surga menebarkan bunga kepada Bhisma dan Krsna ketika ia mengucapkan
kata-kata ini, Krsna bangkit setelah memberikan salam kepada Bhisma. Ia
berpamitan padanya dengan mengatakan “Kami akan kembali besok”
Malam
berlalu dengan tenang bagi mereka semua, Krsna tidur tanpa mimpi setelah
hari-hari yang sangat panjang dan melelahkan ini, dan saat pagi tiba ia mengusut Satyaki untuk
menemui Yudhisthira, Satyaki menghadap sang Raja dan berkata”Krsna siap untuk
menemui Bhisma yang agung” saat itu juga yudhisthira dan saudara-saudaranya
berangkat kemedan perang, ditemui oleh Krsna dan Satyaki, Mereka segera menuju
kehadapan Bhisma. Ia sekarang nampak
sangat agung seperti mentari pagi yang bersinar, Krsna duduk disampingnya dan
menanyakan keadaanya, Bhisma berkata “ Krsna, aku tidak merasakan sakit lagi
setelah kau memberikan anugrah iti, aku merasa sangat sehat, aku sangat bahagia
tetapi Krsna, aku ingin bertanya kepadamu, mengapa kau memintaku untuk
membrikan ceramah tentang Dharma seorang Ksatriya? Ku ingin mengetahui alsan
untuk semua ini”
Krsna tersenyum
dengan lembut dan berkata “ Kau benar, aku bisa memberitahukan tentang
semuanya, tetapi aku telah memutuskan untuk membuatmu tersnyum untuk selamanya,
aku ingin dunia mengenangmu untuk selamanya, mulai sekarang orang-orang dibumi
ini akan menganggap kata-katamu itu sebagai kata-kata suci yang sama dengan
weda. Setiap tindakan manusia dimasa depan akan menyesuaikan dengan aturan yang
engkau terapkan, seorang
akan dikatakan masih hidup didunia sepanjang ia masih termasyur. Aku ingin kau
hidup selamanya, untuk itulah aku ingin membicarakan hal itu”
Air
mata Bhisma mengalait perlahan tanpa isakan yang terdengar, ia tida bisa
berkata-kata, Cinta Krsna kepadanya terlalu rahasia untuk dibicarakan, ia
menenangkan hatinya dan berkata “Katakan pada Yudhisthira untuk memintaku untuk
mengatakan apa yang ia inginkan, aku siap untuk menjawab pertanyaanya karena ia
berpikir bahwa ia adalah penyebab kehancuran dari semua kesatriya dan semua
sepupu-sepupunya” Bhisma tersenyum dengan lembut dan memanggil Yudhisthira
untuk mendekat kepadanya, ia meletakan tanganya di kepala dan berkata “Anakku,
Tugas kesatriya adalah untuk bertarung dan untuk membunuh, kau harus membunuh
kau telah menjadi Ksatriya sejati, Kau tidak boleh bersedih karena telah
melaksanakan tugasmu kemarilah, Krsna mengatakan padaku kau sangat bingung karena
banyaknya keraguan yang kau miliki tentang pedoman tingkah laku, aku mendengar
bahwa kau ingin mepelajari seni memerintah kerajaan dengan baik, aku akan
memberitahumu segalanya, Anakku, semua hal ini diajarkan oleh para Guruku yang
ahli, dan aku akan melimpahkan pengetahuan itu dengan berkah Tuhan yang mau
turun kebumi dengan nama Krsna”
D.Kesimpulan
Cerita Santi Parwa
Santi berarti damai, kedamaian, perdamaian. Damai atau Santi dalam
cerita Santi Parwa ini memiliki makna Pemikiran atau perasaan damai yang
dirasakan oleh Yudhistira setelah ia mendapat pencerahan dan naihat-nasihat
dari para Rsi. Sebelum mendapat pencerahan dari para Rsi, Yudhistira selalu
diliputi rasa bersalah karena telah membunuh saudara, guru, sahabat bahkan
kakeknya sendiri dalam perang, lebih-lebih setelah ia mengetahui bahwa Radheya
adalah saudaranya yang mati dibunuh oleh Arjuna saat perang. Rasa berdosa itu
selalu meliputi pikiran Yudhistira dan membuatnya tidak berminat lagi terhadap
kerajaan. Disinilah peran Maha Rsi Narada, Vyasa dan yang lainnya yang mampu
mendamaikan hati Yudhistira melaui nasihat-nasihat yang beliau berikan. Maka
bersemangatlah Yudhistira melaksanakan kewajibannya untuk menjadi Raja
sekaligus Dewa bagi rakyatnya.
Kesimpulan dari isi cerita Santi Parwa adalah mengenai
konflik batin yang dialami oleh Yudhistira. Setelah berhasil membunuh Radheya,
Yudhistira beserta saudaranya yang lain baru mengetahui bahwa ternyata Radheya
adalah saudaranya. Hal tersebut membuat penyesalan yang begitu mendalam bagi Yudhistira.
Cukup lama rasa bersalah itu dirasakan oleh Yudhistira, bahkan ia enggan
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai raja Hastinapura. Namun setelah ia
mendapat pencerahan dan nasihat dari Krsna beserta Rsi Vyasa, barulah ia
mendapatkan Santi (Kedamaian),
Sehingga ia menyadari apa yang seharusnya ia lakukan.
BAB II
Aswa
Medha parwa
Setelah
Raja Dhritashtra menuangkan cairan kurban ke dalam air untuk menyucikan arwah
Bhisma, Yudhistira yang pada saat itu berada di belakang Dhritarashtra, ambruk
dan tergelincir ke dalam sungai Ganga dan segera Bhima terjun untuk
menyelamatkan kakaknya. Yudhistira merasa sangat sedih dan selalu meratapi
kematian Bhisma dan saudara-saudaranya yang lain. Ia merasa bahwa dirinya
sangat berdosa. Kemudian Dhristarashtra menyarankan kepada Yudhistira untuk
melanjutkan pemerintahan dan melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh
pahlawan besar.
Yudhistira
pun merasa lebih tenang. Selanjutnya Kesawa menghiburnya dengan berkata sebagai
berikut “ janganlah berlarut-larut dalam kesedihan, karena hal itu hanya akan
membuat arwah leluhur menjadi sengsara. Bangkitlah dan lakukan upacara-upacara
persembahan kepada leluhur serta pembagian hadiah kepada para Brahmana”.
Yudhistira pun menjawab dengan mengatakan bahwa ia tidak akan merasa damai
karena ia telah membunuh kakek dan saudara-saudaranya. Ia ingin menebusnya
dengan melakukan pertapaan. Ucapan Yudhistira tersebut ditentang oleh rsi
vyasa, sang Rsi mengatakan bahwa Yudhistira telah dikuasai oleh ego dan seorang
kesatriya hidup dari peperangan serta lakukan hal-hal yang menjadi kewajiban
seorang raja. Rsi Vyasa juga menyarankan kepada Yudhistira untuk melakukan
upacara Aswa Medha untuk membersihkan diri dari dosa-dosa. Namun Karena
pembendaharaan di istana sedang kosong, karena telah habis digunakan untuk
pembiayaan perang, membuat Yudhistira bingung mencari dana untuk melaksanakan
yadna tersebut.Iapun lalu meminta petunjuk kepada rsi Vyasa.
Rsi
vyasa terdiam sejenak, kemudian beliau beliau berkata bahwa perbendaharaan akan
terisi penuh karena di atas gunung Himalaya terdapat cukup banyak emas yang
telah dibengkalaikan oleh para Brahmana ketika pelaksanaan yadna terdahulu.
A.
Aswa
Medha Parwa pada Jaman Dahulu
Yadna
tersebut dilakukan oleh raja Marutta, beliau adalah raja yang bijaksana, adil
dan dicintai oleh rakyatnya. Beliau juga di anggap sebagai Visnu yang kedua
karena kekuatannya setara dengan 10.000 ekor kuda. Ayah Beliau adalah raja
Karandhama. Raja karandhama adalah raja yang yang sangat perkasa bagai dewa
indra, sabar bagai Indra dan kuat bagai Surya.
Sebelum
yadna tersebut berlangsung, Raja Marutta telah memerintahkan seluruh pande besi
kerajaan untuk membuat beribu-ribu buah tempayan dan piala emas.
Sejak
jaman dahulu kala, putra-putra Prajapathi Daksha yaitu para asura dan para Dewa
sudah saling bermusuhan. Demikian pula putra-putra Angirasa yaitu Wrishapathi
dan Samwartta. Angirasa merupakan pendeta keluarga raja karandhama. Karena
samwartta selalu disusahkan oleh kakaknya, Ia pun pergi bertapa ke dalam hutan
dengan bertelanjang bulat. Sedangkan Wrspatthi di angkat menjadi pemimpin di
daerah takhlukan Wasawa ( Indra), dan Wasawa sendiri telah menguasai Surga. Wrspatti
pun kini menjadi pendeta keluarga raja Marutta. Raja Marutta sungguh gagah
perkasa, kekuatannya maha dasyat menyaingi Wasawa sendiri. Baginda ini
selamanya tidak pernah mengakui kekuasaan Wasawa dan demikian pula Wasasa tidak
mau mengakui kekuasaan Marutta.
Karena
merasa tersaingi, Wasawa pun membujuk wrspatthi untuk pergi meninggalkan raja
Marutta dan pergi untuk menjadi pendeta para Dewata di Surga. Atas bujukan
Wasawa, rsi Wrspatti pun menyetujuinya.
Mendengar
hal tersebut, Raja Marutta pun menjadi geram di buatnya. Kemudian Ia memikirkan
bagaimana caranya untuk mengundang sang Rsi. Terpikirlah oleh beliau untuk
mengadakan upacara kurban. Baginda pun pergi manghadap sang Rsi dan
menyampaikan niatnya untuk melakukan upacara kurban. Tidak berfikir terlalu
lama, Wrihaspati menjawab sebagai berikut “ O Maharaja dunia, saya tidak
mungkin lagi menyelenggarakan upacara itu, saya sudah di titahkan oleh Maha
Raja Dewata Indra agar menjadi pendeta para indra saja. Dan saya sudah
melakukan perjanjian agar tetap demikian”.
Marutta
menyembah lalu berkata: “ Wahai pendeta mulia, sejak jaman dahulu paduka adalah
pendeta keluarga hamba. Karena hal itu bukankah hamba mempunyai hak untuk di
bantu dalam setiap pelaksanaan upacara?
Wrishapatti
menjawab: “ Setelah saya O Marutta menjadi pendeta bagi para Dewa yang bersifat
kekal betapa mungkin lagi saya menjadi pendeta bagi golongan manusia yang tidak
kekal?
Jawaban
Rsi Wrihaspati tersebut membuat Raja Marutta sedih dan terpukul karena telah di
permalukan. Baginda berjalan kembali. Dalam perjalanan pulang, Raja berjumpa
dengan Narada. Narada melihat raja Marutta sedang duduk di atas keretanya yang
berjalan dengan lesu. Narada berhenti dan menegur Maharaja sambil mencakupkan
tangan. Narada menanyakan apa yang telah dialami oleh sang raja sehingga Ia
tampak bermuram durja. Raja menceritakan semua hal yang telah terjadi kepada
narada.
“Hamba
telah di tolak mentah-mentah sebagaimana layaknya orang yang penuh dosa.”
Narada
tercengang mendengar ucapan Maharaja Marutta yang malang itu. Narada
memberitahukan Raja Marutta bahwa ada satu orang lagi putra Angirasa yang mampu
memimpin upacara kurban itu, Ia adalah Samwarta. Samwarta merupkan seorang
pertapa yang aneh karena Ia bertapa dengan bertelanjang bulat. Saat ini Samwarta
sedang berada di kota Varanasi. Untuk mengetahui Samwarta, raja harus
meletakkan mayat di samping pintu masuk kota Varanasi. Orang yang terlihat
takut dan tergesa-gesa menjauhi mayat, itulah Samwarta dan raja harus
mengikutinya. Apabila Samwarta bertanya siapa yang telah memberitahukan rahasia
ini, Raja harus menjawab bahwa yang memberitahukan rahasia ini adalah Narada
yang saat ini telah menceburkan diri ke dalam api karena telah membongkar
rahasia ini.
Maharaja
Marutta pun melaksanakan saran yang diberikan oleh Narada. Raja Marutta akhirnya
bertemu dengan Samwarta.Raja Marutta menyampaikan segala maksud dan tujuannya
mengikuti Samwarta. Raja telah meminta bantuan kakak Samwarta yaitu Wrihaspati
untuk menjadi pemimpin upacara tersebut, akan tetapi Wrihaspati lebih memilih
menjadi pendeta para Dewa.
Samwarta
akhirnya berjanji akan melakukan hal yang terbaik dalam pelaksanaan upacara
Yadna tersebut. Akan tetapi, Raja Marutta harus memenuhi
persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh Samwarta. Syarat yang pertama adalah
Raja tidak akan pernah mundur apapun yang akan terjdi nanti, karena sudah
barang tentu Wrihaspati akan sangat marah apabila Samwarta yang memimpin
upacara kurban tersebut. Jika Raja Marutta melanggar janji tersebut, maka Raja
beserta keturunannya akan dimusnahkan oleh Samwarta dengan mata apinya. Syarat
yang kedua adalah raja Marutta harus pergi menuju ke puncak manjaban di
pegunungan Himalaya, karena di sana terdapat tambang emas yang sangat besar.
Emas tersebut merupakan milik Dewa Kuwera. Emas-emas tersebut di jaga oleh
banyak para Dewa, sehingga untuk menyenangkan hati para Dewa, Raja Marutta
harus menyerahkan diri sepenuhnya kepada para Dewa. Dan apabila para Dewa
berkenan, maka Raja Marutta akan dikaruniakan emas. Raja Marutta pun berhasil
melunakkan hati para Dewa dan segala persiapan upacarapun telah dapat
dirampungkan.
Mendengar
keberhasilan Raja Marutta telah berhasil mempersiapkan upacara yang megah itu
dan Samwarta yang memimpin upacara tersebut, membuat Wrihasati menjadi murung
dan pucat karena ia berfikir bahwa wrihaspati jauh lebih tinggi kedudukannya
dibandingkan dengan dirinya. Karena melihat Wrihaspati bermuram durja, Wasawa
pun menanyakan apakah gerangan yang telah membuat pendeta Dewata tersebut
menjadi sangat kurus dan muram. Wrihaspati menceritakan semua hal yang telah
mengganggu pikirannya.
Setelah
mendengarkan apa sebenarnya yang menjadi pikiran Wrihaspati, Indra lalu
memerintahkan Agni untuk pergi menghadap Maharaja Marutta dengan mengatakan
bahwa Wrihaspati sendiri yang akan menyelenggarakan upacara tersebut dan raja
akan menjadi kekal. Pergilah Agni menuju istana Raja Marutta dan mengatakan apa
yang telah di utuskan oleh Indra. Semua bujuk rayu dikeluarkan oleh Agni dan
membuat Samwarta menjadi marah dan mengancam akan memusnahkan Agni dengan sinar
matanya. Mendengar ancaman Samwarta itu, tubuh Agni menjadi gemetar ketakutan
dan ia segera melesat kembali kehadapan para Dewa di Alam Surga serta
menceritakan pengalamannya tersebut.
Mendengar
ucapan Agni tersebut, kemudian Indra mengutus seorang gandarwa untuk menghadap
raja Marutta. Gandarwa tersebut berkata bahwa Raja Marutta harus menerima
Wrihaspati sebagai pemimpin upacara tersebut, dan apabila menolaknya, maka
Indra akan menyerang Marutta dengan menghujani Marutta dengan petir-petir yang
maha dasyat. Mendengar kata-kata gandarwa tersebut, Marutta kemudian berunding
dengan Samwarta. Samwarta berjanji akan melindungi pelaksanaan upacara
tersebut. Dan di luar telah tampak gulungan awan hitam yang menandakan bahwa
Indra bersama dengan iringannya sedang menuju tempat tersebut. Mereka semua di
sambut dengan baik oleh raja Marutta menghidangkan air soma. Kemudian samwarta
mendesak Indra agar sudi menyelenggarakan bagian upacara yang khusus
diperuntukkan kepada para Dewa. Sehingga
para Dewa lainnya mengetahui bahwa Indralah yang telah mengantarkan bagian
upacara Dewa yajna tersebut.
Karena
terus didesak, maka Indra lalu memerintahkan para Dewa untuk mendirikan bangsal
pertemuan dilengkapi dengan ribuan kamar-kamar yang sangat indah bagaikan
lukisan serta persiapan-persiapan lainnya. Setelah Indra dan para Dewa lainnya
selesai membuat persiapan, Indra lalu berkata kepada raja Marutta “O Raja
dengan bekerja sama dalam melakukan upacara ini pastilah para leluhur anda dan
juga para Dewa sekalian merasa puas dan menerima dengan senang kurban tuangan
yang paduka suguhkan. Dan sekarang biarlah manusia utama ini mempersembahkan
sapi jantan berbulu merah untuk disuguhkan kepada Dewa Agni dan seekor sapi
sapi jantan berbulu biru dan sudah disucikan dipersembahkan kepada para
Visvadewa.
Pada
tahap upacara terakhir Samwarta melangkah menuju altar tempat pemujaan dan
dengan wajah dan tubuh memancarkan sinar gemilang lalu berseru kepada para Dewa
memuji-muji mereka. Dan terakhir para Dewa menerima suguhan tuangan minyak
mentega murni yang dicurahkan kedalam api suci sambil membaca doa-doa suci.
Demikianlah upacara kurban tersebut berjalan dengan meriah.
Setelah
para Dewa semuanya kembali ke surga, raja Marutta lalu mengumpulkan
beronggok-oggok emas dan ditempatkan di tempat-tempat tertenju juga membagi-bagikanya
kepada Brahmana. Saat itu Raja yang bersemarak ini bagikan Kuwera yang kaya
raya. Dengan perasaan riang dan gembira raja mengisi kas kerajaan dengan luar
biasa. Setelah menyembah dan mohon diri kapada Brahmana Samwarta, raja Marutta
pun kembali ke ibu kota kerajaan dan selamanya menguasai dunia. Raja Marutta
itu sudah memerintah dengan kebaikan yang tidak ada bandingannya demikian juga
kekayaannya.
B.
Upacara
Aswa Medha yang Dilakukan Yudhistira
Yudhistira sangat senang mendengar
cerita Rsi Vyasa yang bijaksana, Bhima pun merasa sangat senang karena
merasakan bahwa saudaranya itu bersemangat dengan sesuatu. Sedangkan bagi
Arjuna, ia sangat terharu memikirkan bahwa ia akan bertarung sekali lagi. Ia
menawarkan diri untuk berkeliling dunia untuk memimpin kuda-kuda persembahan
dan menakhlukkan semua raja yang berani menentangnya. Pandawa mengirimkan pesan
pada Krsna bahwa mereka akan pergi menuju Himalaya dengan tujuan mengmpulkan
harta karun para Marutta yang rahasia dan sang raja akan melaksanakan Aswamedha
sesuai dengan saran Rsi Vyasa. Kerajaan diserahkan pada Yuyutsu dan Pandawa
pergi ke Himalaya untuk mengumpulkan harta karun para Marutta dan memulai
perjalanan mereka.
Semua anggota keluarga Vrsni telah
sampai di Hastinapura sebelum Pandawa tiba dari utara. Mereka semua sengaja
datang lebih awal karena Uttara akan segera melahirkan putra dari Abimanyu
yaitu cucu dari Arjuna. Hari yang agung telah tiba, Uttara telah melahirkan
seorang anak yang tidak bernyawa. Dengan segera Krsna bersama satyaki menemui
Uttara di peraduannya. Krsna telah berjanji akan memberikan hidupnya agar tidak
terbakar oleh Brahmasirsastra.
Di sana, telah tampak Kunti menangis
dan memohon kepada Krsna untuk menghidupkan kembali putra Abimanyu tersebut.
Krsna kemudian melihat anak kecil yang telah tidak bernyawa tersebut. Wajah
Krsna menjadi tegang, lalu ia mengambil anak kecil itu dengan tangannya
kemudian mengeluskan tangannya yang mulia disekujur tubuh anak itu. Dengan sentuhan
tangan yang diberkahi, anak itu telah hidup kembali.
Hal
itu telah menguras kekuatannya, karena ia terlihat sangat lelah, lalu ia
memusatkan pikirannya pada Yang Maha Kuasa untuk mendapatkan kekuatannya
kembali. Sebulan telah berlalu, anak abimanyu diberi nama Pariksit.
Yudhistira
dan rombongan telah kembali ke Hastinapura, mereka memasuki kota dengan penuh
semangat. Vyasa datang dan persiapan dimulai untuk acara Aswamedha. Raja sangat
senang melihat putra Abhimanyu yang telah lahir. Yudhistira datang menemui
Krsna dan memohon padanya agar melaksanakan upacara Aswamedha ini, namus Krsna
mengatakan bahwa yang sepantasnya melakukan upacara ini adalah Yudhistira yang
sebagai raja dan keturunan dinasti Bulan.
Arjuna diutus keempat penjuru arah
dengan kuda persembahan. Ia pergi keempat penjuru arah dan menakhlukan mereka
semua dengan begitu mudah dan memungut upeti dari mereka. Ia mengundang semua
raja untuk mengikuti Aswamedha yaga dan kembali ke Hastinapura dengan kuda
putih persembahan itu.
Bhima dan Nakula bersama denga
Sahadewa bertanggung jawab untuk semua acara itu. Kemudian dimulailah semua
persiapan untuk yaga itu. Semua ini seperti raja suya yang agung yang telah dilakukan oleh Yudhistita
bertahun-tahun yang silam. Pandawa dan Krsna dengan para pahlawan dari istana
Vrsni ada di sana tetapi semua raja lain yang datang adalah anak-anak atau
keponakan-keponakan dari raja yang telah menghadiri raja suya dahulu. Aswamedha
yaga telah berakhir semua raja telah kembali ke kerajaan mereka setelah mereka
memmberikan penghormatan pada Yudhistira, Krsna bersama balarama dan Satyaki
dan pahlawan Vrsni yang lain kembali ke Dvaraka.
Hal yang pertama dilakukan yudhistira adalah
mengajak saudaranya untuk pergi mengumpulkan harta yang terdapat di negeri Marutha,
sebelum berangkat di lakukan pemujaan terhadap dewa- dewa yang patut di puja
untuk mendapatkan harta tersebut. Semua proses pengambilan harta tersebut
melalui proses upacara. Setelah sampai di negeri Marutha, para brahmana
menyarankan agar raja Yudhistira berpuasa agar upacara berjalan lancar, setelah
semua upacara selesai, Yudhistira memerintahkan untuk menggali tempat itu dan
dari galian itu di angkut banyak sekali benda-benda dan perhiasan dari emas. Setelah
barang-barang itu di ambil seluruhnya,sekali lagi raja yang di pimpin oleh
pendeta utama melakukan pemujaan kehadapan siva, kemudian raja beserta
rombongan kembali ke Hastina, mendengar bahwa para pandawa telah kembali
,maka seluruh pembesar kerajaan
menyambut mereka dengan sangat meriah.
Semua
orang mulai sibuk mempersiapkan segala seswatu untuk kepentingan
penyelenggaraan upacara Aswamdha itu.
Upacara
penyucian paduka itu akan di selenggarakan pada hari purnama bulan chaitra.Para
brahmana yang memahami tentang kuda, memeilih kuda terbaik agar upacara
berjalan dengan sempurna. Setelah kuda tersebut di lepaskan agar mengembara di
atas bumi sebagai mana yang di tentukan oleh kitab suci, namun kuda tersebut
harus di awasi dan di jaga maka di utuslah Arjuna berhadapan dengan anak cucu
Trigatra yang sudah lama saling bermarahan, Mereka pun siaga mengenakan pakaian
perang bersenjata lengkap dan mengepung Arjuna. Terjadi pertempuran yang sangat
dasyat di antara mereka, namun pada akhirnya pasukan Trigatra mnyerahkan diri
dan memohon ampun kepada Arjuna.
Kuda
yang di lepaskan itu melanjutkan pengembaraanya ke wilayah
pragjyotisha,dikerajaan itu putra Bhagavadatta yang terkenal gemar berperang
berhasil menangkap kuda kurban itu,maka terjadilah pertempuran hebat yang
berlangsung berhari-hari. Namun pada akhirnya raja muda tersebut memohon ampun
kepada Arjuna dengan tubuh yang bergetar ketakutan, melihat hal tersebut lalu
putra Pandu berkata “jangan lah engkau takut karena raja yudhistira yang agung
telah berpesan kepada aku untuk menundukan penghalang-penghalang tanpa
membunuhnya dan undanglah mereka agar menghadiri upacara kurban kuda yang di
selenggarakan oleh yudhistira.
Kerajaan
demi kerajaan telah berhasil ditundukkan oleh Arjuna dan akhirnya kuda itu
telah menempuh jalan yang menuju ke hastina kembali. Mendengar hal tersebut
membuat raja Yudhistira amat sangat bahagia kemudian Yudhistira menyuruh Bhima
menyusun dan mengatur tempat upacara. Banyak sekali bangunan besar dan kecil
didirikan dilengkapi dengan jalan-jalan yang tinggi dan lebar. Setelah semuanya
sudah siap, bhimasena atas perintah Yudhistira mengirimkan surat undangan resmi
kepada semua raja-raja di dunia. Akhirnya pada hari yang sudah ditentukan para
ahli melaporkan bahwa segala-galanya siap tingggal menunggu pelaksanaan upacara
itu saja. Para undangan disambut dengan sangat ramah, mereka dihidangkan dengan makanan-makanan yang sangat
banyak dan lezat serta diberikan semua fasilitas. Bhimasena telah menjalakan
perintah raja untuk membagi-bagi makanan tanpa henti-hentinya Semua orang yang
di tugaskan dalam upacara tersebut tak seorang pun yang tidak memahami veda. Pada
saat pengurbanan itu semua binatang dan hewan kurban ditempatkan pada tiang
yang sudah dibangun semua akan dipersembahkan pada para dewa-dewa tertentu. Dalam
upacara ini telah dikorbankan 300 jenis binatang, termasuk kuda-kuda dari jenis
yang utama. Puncak upacara tersebut sangat mengagumkan indah dipandang dan
dijaga oleh para Rsi bagaikan mahluk-mahluk dari alam surga dengan para
gandarwa menyanyikan bersama apsara menari-nari.semua hewan kurban sudah
disembelih dan dagingnya di olah menurut aturan kitab suci. Kemudian kuda hitam
yang telah mengembara keseluruh dunia disembelih dan Draupadi didudukkan
disebelah daging kuda karena hanya dia yang menguasai mantra-mantra, sarana
serta ketaatan memuja yang diperlukan. Upacara ditutup dengan membagi-bagikan
emas permata sebanyak 1000 scror khas emas dan khusus pertapa Vyasa,Yudhistira
menghadiahkan seluruh dunia yang berhasil di dunianya.Yudhistira menutup upacara
tersebut dengan penyucian diri yang terakhir dan terbebaslah ia dari segala
bentuk dosa.
Pada
waktu upacara itu baru saja ditutup dan Yudhistira menerima hujan bunga karena
perbuatanya,tiba-tiba muncul binatang sejenis rubah yang berbulu keemasan,
tersebut dapat berbicara selayaknya manusia. Rubah itu berkata bahwa upacara korban binatang yang dilaksanakan oleh
Yudhistira sungguh tidak ada artinya jika dibandingkan dengan sebutirpun tepung gandum yang dilaksanakan/dikorbankan
oleh seorang brahmana yang darmawan di kurukshetra yang sedang melaksanakan
sumpah unccha.
Brahman
tersebut hidup bersama istri ,seorang putra dan seorang putri menantu. Sumpah
unccha adalah sumpah untuk menjalani hidup bagai burung merpati yang makan dari
gandum yang dipungut setelah yang punya ladang selesai memetik gandumnya. Pada
suatu musim yang sangat amat panas hingga tidak ada makanan yang tersisa, namun
brahmana dan keluarganya berusaha memungut sisa-sisa panen sehingga terkumpulah
satu prasta gandum. Setelah memasaknya,lalu brahmana menuangkan api suci dan
dibagilah prasta bubur gandum tersebut secara rata kepada seluruh anggota
keluarganya yang masing-masing mendapat 1 kundawa. Bersama itu datanglah
seorang pertapa yang sedang kelaparan karena telah berjalan jauh.Brahmana
pertapa tersebut disambut dengan makanan yang berhasil dikumpulkan oleh
keluarga brahmana tersebut, setiap anggota keluarga memberikan sebagian
makananya secara iklas kepada yang pertapa brahmana tersebut. Pertapa itu
menerima suguhan dari brahmana dengan wajah berseri-seri tanda puas dan gembira
sebenarnya pertapa tersebut tidak lain adalah Sang Hyang Dharma sendiri yang
telah turun menjadi seorang brahma kelaparan. Ia merasa sangat puas dan
berkata, “oh pendeta utama sungguh aku sangat puas dengan penyambutan iklas
yang telah anda lakukan, Anda telah menyuguhkan pada diriku sesuatu,yang suci serta
diperoleh dengan kejujuran. Inilah namanya persembahan yang dilakukan sesuai
dengan praturan kebenaran.”
Persembahan itu sekarang sudah mulai berubah
di alam sorga, pertapa sucipun berkata ”saksikanlah pendeta bunga-bunga sudah
mulai berjatuhan bagaikan hujan dari langit! Para penghuni sorga memuji-muji
anda, mereka semua menjenguk keluar untuk melihat wajah anda, brahmana utama. Berangkatlah
sekarang juga kedalam sorga. Selain itu, para pitri semuanya sudah di selamatkan
pula untuk selama-lamanya, ini semua berkat kehidupan brahmacarya yang sudah
anda lakukan dengan sangat tekun, serta pengorbanan dan tapa brata yang anda
lakukan dengan penuh keiklasan dan cinta kasih. lebih-lebih yang anda lakukan
pada musim yang sukar seperti ini. Karena itu,orang yang dapat menundukan
perasaan laparnya akan menguasai alam surga.
Brahmana
dengan mempersembahkan suatu prastha tepung gandum ini,maka pahala dan berkah
yang anda terima akan jauh lebih besar dari menyelenggarakan berkali-kali
upacara rajasuya ditambah hadiah atau sedekah yang berlimpah seperti yang dilakukan
dalam upacara kurban kuda, wahai brahmana, dikaulah yang pertama diantara semua
brahmana sekarang dan Akulah yang patut memuja paduka.
Brahmana,
hamba ini adalah Sang Hyang Dharma, prastasi yang paduka ciptakan, hari ini
akan dikenal di seluruh alam semesta untuk selama-lamnya. Setelah Sang Hyang Dharma
mengucapkan kata-kata tersebut, Brahmana dan keluarganya berangkat ke alam
luhur dan abadi. Brahmana dengan itu, hamba keluar dari dalam lubang dan ke
pala hamba berubah menjadi keemasan setelah hamba mencium bau tepung gandum dan
terkena uap air persembahan kepada tamunya tersebut.
Sejak
saat itu, hamba berkeliling dunia untuk mengunjungi upacara besar yang di
selenggarakan dengan tujuan agar tubuh hamba berwarana keemasan seluruhnya. Namun
dari sekian upacara besar yang telah terselenggara termasuk upacara Asvamedha
ini, belum dapat merubah tubuh hamba berwarna keemasan seluruhnya. Hal itu menandakan
belum ada satupun upacara kurban yang sebanding dengan persembahan satu prastha
tepung gandum tersebut”. Setelah mengucapkan kata-kata tersebut,rubah itu pun
lenyap dari pandangan setelah itu, Rsi waisampayana juga berpesan bahwa,yang
lebih utama dilakukan adalah tidak menyakiti mahluk lain, puas dan bersyukur
,bertingkah laku baik dan taat, jujur, pengendalian diri itu lah semua yang
lebih mulia dari pada melakukan upacara.
Setelah
itu ada satu hal lagi yang di lakukan oleh raja janamajaya kepada rsi
vaisampayana yaitu; “Bagaimanakah kita dapat meyakinkan diri bahwa upacara
menghasilan berkah yang di cita-citakan itu?”
Rsi
menjawab dengan menceritakan bahwa pada jaman dahulu, Rsi Agastya ingin
mengadakan upacara diksa yang akan dilaksanakan selama 12 tahun. banyak sekali
pertapa-pertapa yang akan menghadiri pesta tersebut. Namun masalah terbesarnya
adalah dewa indra tidak menurunkan hujannya selama 12 tahun. Tentu saja hal ini
menyulitkan Rsi Agastya untuk menngumpulkan makanan guna kepentingan upacara. Kemudian
atas diskusi kepada para pertapa, Rsi Agastya memutuskan untuk melakukan
upacara dalam bentuk yang lain,yaitu melakukan upacara dengan melatih pikiran.
Karena sesungguhnya,upacara melatih pikiran itulah yang sesuai dengan hukum
kekekalan, hamba akan melakukan upacara sentuhan karena upacara itupun sesuai
dengan kekekalan. Satu hal yang paling penting yang dikatan oleh Rsi Agastya
yaitu” sesungguhnya hamba sudah mempersiapkan diri lama sebelumnya, ada
tidaknya hujan bukanlah menjadi masalah bagi hamba, jika Indra tidak memandang
upacara ini, maka hamba akan menjadikan diri hamba sebagai Indra sendiri yang
akan menunjang seluruh penghidupan serta mampu menciptakan jenis-jenis
mahluk dan tumbuh-tumbuhan, semua
kekayaan dari ke-3 dunia akan datang ke tempat ini,dan Hang Hyang Dharma akan
turun menyaksikan upacara ini.
Tak
lama kemudian setelah yang di ucapkan oleh Rsi Agastya benar-benar menjadi
kenyataan. Karena sebenarnya Rsi Agastya memiliki semangat yang berkobar-kobar
bagaikan api yang membakar angkasa dan tenaganya sungguh luar biasa.upacara pun
dapat dilaksanakan dengan baik. Kemudian setelah mendengarkan cerita tersebut, raja
Janamajaya bertanya tentang satu hal “siapakah sesungguhnya rubah yang berbulu
emas tersebut?”
Kemudian
Rsi Waisampayana menceritakan siapa sesungguhnya rubah tersebut,pada jaman
dahulu Rsi jamadagni hendaknya mengaturkan susu kepada para pitri yang sangat
ia muliakan, akan tetapi, Sang Hyang Dharma ingin menguji kesabaran Rsi
Jamadagni dengan masuk menyelinap kedalam susu yang akan dipersembahkan dalam wujud
kemarahan ,hingga tumpahlah susu tersebut. Namun Rsi jamadagni tidak marah
sedikitpun, kemudian ‘’marah’’ berubah menjadi wanita cantik dan mencoba menggoda Rsi Jamadagni, namun sang rsi tidak
tergoyahkan sambil berkata-kata berikut ‘’aku tidak benci kepada dirimu tetapi
susu yang kutampung ini sebenarnya akan ku persembahkan kepada para pitri yang
sangat ku muliakan. Sekarang pergilah kesana dan dapatkan pendapat mereka
dengan kejadian ini.” Kemudian ia pergi
kehadapan para pitri dan dikutuklah ia menjadi seekor rubah , kutukan ini akan
terbebas apabila kau selalu mengucapkan kebenaran dalam setiap upacara terutama
dihadapan dharma sendiri dengan
mencelanya ialah yang datang dengan mencela upacara besar yang dilakukan oleh
Yudhistira. karena yudhistira merupakan dharma sendiri, maka pada saat itu juga
marah terbebas dari kutukanya,dan lenyaplah ia dari pemandangan.
C.
Kesimpulan
Cerita Aswamedha Parwa
1.
Makna
atau Arti Upacara Asva Medha
Asvamedha
berasal dari kata berasal dari kata “Asva” yang berarti kuda dan “Medha”
berarti korban atau persembahan. Jadi Asva medha berarti korban atau
persembahan kuda. Pada jaman kerajaan terdahulu, upacara asvamedha ini
dilakukan dengan tujuan untuk memperluas wilayah kekuasaan, atau menyatukan
suatu wilayah di bawah peerintahan kerajaan yang bersangkutan tersebut.
Biasanya upacara ini di mulai dengan penyebaran sejumlah kuda keseluruh penjuru
dunia, sampai dimana kuda tersebut berhenti, maka sejauh itulah kekuasaan raja
terhadap suatu wilayahnya.
2.
Tujuan
Upacara Asva Medha
Yudhistira
merasa bahwa dirinya sangat berdosa karena telah membunuh saudara-saudaranya
dalam peperangan. Karena rasa berdosanya itu, rsi Vyasa menyarankan Yudhistira
untuk melakukan jalan pembersihan diri dari dosa-dosa. Jalan-jalan itu antara lain adalah dengan
melakukan tapa brata dan berpantang serta melakukan upacara kurban yang
didukung dengan membagi-bagikan dana punia.
Oleh karena itu, sudah tidak diragukan lagi bahwa upacara-upacara itu,
khusunya upacara Asva medha akan dapat menyucikan raja-raja yang berdosa.
3.
Upacara
Aswa Medha pada Jaman Sekarang (Penerapan di masyarakat)
Upacara
Aswa Medha Parwa bisa diartikan sebagai upacara Dana Punia di jaman sekarang
ini. Dana Punia berasal dari kata “dana” dan “punia” yang memilki pengertian
yang sama yaitu pemberian atau sumbangan.perbedaanya terletak pada (subyek) dan
obyek (penerima) dana adalah pemberian dari pihak yang lebih tua kepada yang
lebih muda atau dari pihak yang kedudukannnya lebih tinggi kepada sederajat
atau yang lebih rendah. Sedangkan punia adalah pemberian dari pihak yang lebih
muda kepada pihak yang lebih tua atau dari pihak yang kedudukannya lebih rendah
kepada yang lebih tinggi (para Brahmana). Dana tidak semata-mata sebagai balas
jasa ataupun bujukan , melainkan karena kewajiban yang dilakukan dengan rasa
tulus ikhlas. Besarnya dana yang harus diikhlaskan itu sudah di atur dalam
kitab suci “Sarasamuscaya, Sloka 262 “ :
Ekenamcena dharmathah
Kartavyo bhutimicchata
Ekenamcena kamartha
Ekamamcam vivirddhayet
Artinya
:
Bahwa
penghasilan yang diperoleh itu hendaknya beerdasarkan Dharma, kemudian di bagi
menjadi 3 bagian yaitu : Bagian kesatu untuk Dharma, Bagian kedua untuk
dinikmati, bagian ketiga untuk disimpan atau dijadikan usaha.
Ajaran Agama Hindu pada umumnya membagi
Dharma itu menjadi enam bagian, yaitu: sila, dana, tapa, Vrata, Yoga, dan
Samadhi. Keenam perbuatan yang termasuk Dharma inilah, memerlukan dana yang
besarnya sepertiga kali penghasilan. Karena sepertiga dari penghasilan
digunakan untuk Dharma, sedangkan Dharma itu terdiri dari enam bagian, maka
penghasilan yang kita danakan besarnya seper delapan belas dar penghasilan atau
5%. Pada jaman kali yuga ini, karma wasana harus dilakukan adalah berdana punia
yang diatur dalam kitab “ parasara dharma sastra,1.23”yaitu :
Tapah param krta yuge
Tretayam jnananucyate
Dwapare yanjamitya
Curddhanam ekam kalau
yuge
Artinya;
Melaksanakan penebusan dosa yang sangat ketat dilakukan orang pada kerta yuga,
mempelajari ilmu pengetahuan (jnana) yang diutamakan orang pada treata yuga ,
melaksanakan upacara yadnya yang diutamakan orang pada dwapara yuga dan
berdaana (daanam) yang diutamakan orang pada kali yuga .
Dalam
kitab suci tadi juga disebutkan bahwa “ berdaana”bukansemata pemberian
berupa uang saja , melainkan dapat berupa :
1.
Abhaya
daana yaitu menyelamatkan atau memberi perlindungan kepada
sesema dan makhluk lain .contohnya , menolong sesama ,seperti memberi
pertolongan kepada orang sakit . menolong makhluk lain yang ada di lingkungan
kita ,dengan tidak menebangi tumbuh tumbuhandan membunuh binatang secara
membabi buta ,tidak mengeruk bukit dan menimbun pantai seenaknya .kalau
ini dapat dilakukan , maka alampun akan
lestari .kalau alam sudah lestari ,mak aka nada hujan sehingga ,makhluk hidup ,
akan ada makanan , akan ada karma , dan akhirna aka n ada persembahan sebagai wujud bhakti kita
kehadapan hyang widhi.
2
Brahma daana , yaitu mengamalkan
ilmu pengetahuan suci kepada orang
lain contohnya :mengamalkan ilmu
pengetahuan agama di lingkungan keluarga
,di sekolah , dan pasraman . tetapi ,kenyatan nya di masyrakat , sangat sedikit
sekali umat hindu mau belajar agama.
3. Artha Dana, yaitu memberikan harta
benda sebagai amal kepada suatu lembaga atau kepada orang lain yang memerlukan.
Contoh ; Rsi yadna kepada pandita atau pinandita, menjadi orang tua asuh,
berdana untuk mendirikan dan pembinaan pasraman. Mengingat sekarang ini, umat
masih banyak berdhana hanya pada pembangunan tempat suci dan upacara saja.
4. Ati Dana, yaitu merelakan suami istri,
atau anak mengabdi demi agama, contohnya : Dharma Yatra yang dilakukan leluhur
kita seperti Mpu Kuturan, sekitar tahun 1001, beliau datang dari Jawa ke Bali
untuk mengadakan pembinaan kepada masyarakat bali.
5.
Mahati Dana yaitu dana yang berasal
dari bagian tubuh kita, seperti membantu orang lain yang memerlukan darah,
melalui donor darah, donor mata dan lain-ain.
Nilai agama yang dapat di ambil dari
upacara aswamedha adalah mengenai dana punia seperti raja Marutta yang mempersembahkan
emas kepada para Brahmana.
BAB
III
Nilai-Nilai
yang Terkandung didalam Cerita Santi Parwa dan Aswamedha Parwa
1.
Nilai
Tradisi
Yaitu suatu kebiasaan
yang masih diturunkan hingga sekarang. Kebiasaan ini adalah upacara bagi orang
yang telah meninggal harus dilakukan oleh keluarga, kerabat atau keturunannnya,
yang bertujuan untuk membantu sang atman agar mencapai tempat yang baik di alam
niskala. Hal ini terlihat saat Kunti meminta Yudhistira untuk membuatkan
upacara kremasi yaitu persembahan air suci kepada Radheya, karena putra
Radheya telah mati dalam perang.
Sehingga Kunti dan putra-putranya yang lainlah yang wajib mempersembahkan
upacara kremasi untuk Radheya.
2.
Nilai
Moral
Nilai Moral ini dapat
kita lihat, ketika Kunti menghanyutkan Karna di Sungai Ganga karena Ia merasa
malu melahirkan anak tanpa melaui perkawinan. Tindakan Kunti tersebut tentu
saja merupakan perbuatan yang tidak terpuji. Ia telah mengucapkan mantra tanpa
mengetahui apa fungsi dari mantra tersebut. Yang akhirnya membuat Karna
memiliki masa depan yang suram akibat di asuh oleh orang yang tidak baik.
3.
Nilai
Kesetiaan (satya)
a. Satya
Mitra
Satya Mitra yaitu setia
kepada teman. Sikap ini dimiliki oleh Radheya. Walaupun Radheya telah
mengetahui bahwa Kunti adalah ibunya dan Pandawa adalah saudaranya serta bahkan
Kunti telah membujuknya untuk tinggal bersamanya, namun ia menolak ajakan Kunti
karena ia tidak ingin mengecewakan teman dan majikannya, yaitu Duryodhana.
b. Satya
Laksana
Sikap setia ini juga
dimiliki oleh Radheya. Walaupun Ia merasa sedih sekaligus senang mendengar
bahwa pandawa adalah saudaranya, namun Ia tetap melaksakan tugas dan
kewajibannya dengan sebagaimana mestinya.
c. Satya
Wacana
Sebelum dibunuh oleh
Arjuna, Radheya pernah mengatakan bahwa ia tak akan membunuh Pandawa kecuali
Arjuna. Saat terjadi selisih paham dengan Bhima, Nakula dan Sahadewa, Radheya
tidak bertempur dengannya, tetapi hanya menghinanya. Hal ini dilakukan karena
Radheya ingin menyenangkan hati temannya Duryodana. Dan Radheya benar-benar
menepati segala ucapannya.
d. Satya
Hrdaya
Sifat ini dimiliki oleh
Raja Marutta yang tetap pada pendirian dan kata hatinya dalam pelaksanaan
upacara Aswamedha yang dilakukannya. Walaupun Ia sempat dijanjikan keabadian
oleh Indra apabila Ia mengganti Samwarta dengan Wrspati sebagai pemimpin Yadnya
besar tersebut, Raja Marutta tidak tergoyahkan.
e. Satya
Semaya
Sifat ini juga dimiliki
oleh Raja Marutta yang setia dengan janjinya kepada Samwarta, yaitu: Ia tidak
akan tergoyahkan, apapun yang akan terjadi selanjutnya. Karena tentu saja Indra
dan Wrspati akan berusaha menggagalkan pelaksanaan upacara tersebut.
Yang kedua, Ia harus
melakukan pertapan di puncak pegunungan Himalaya guna mendapatkan emas sebagai
prasarana dalam melengkapi upacara. Dan Raja Marutta berhasil memenuhi janjinya
tersebut.
4.
Nilai
kepemimpinan
Sifat ini dimiliki oleh
Yudhistira, Setelah Ia mendapatkan pencerahan dari Rsi Vyasa, Ia baru menyadari
bahwa tugasnya sebagai seorang raja tidak berhak untuk tenggelam dalam urusan
pribadinya. Karena bagi Rakyat, Raja adalah Dewa dan begitu juga sebaliknya.
Selain itu, sifat ini
juga ditunjukkan oleh Yudhistira saat ia berhasil menunjuk pejabat kerajaan
sesuai dengan sifat dan kemampuan yang dimilki oleh masing-masing pejabatnya
tersebut.
5.
Nilai
Yadnya (Upacara)
Dapat kita lihat ketika
Para Pandawa mengadakan upacara kremasi atau persembahan air suci di tepi
sungai Ganga untuk para pahlawan yang gugur dalam perang. Nilai Upacara ini
juga dapat dilihat saat Raja Marutta dan Yudhistira mengadakan upacara Yadnya
yang begitu besar yaitu upacara Aswameda yang dapat di samakan dengan dana
punia dijaman sekarang ini.
6.
Nilai
Pendidikan
Hal
ini dapat dilihat dari hal-hal yang sepatutnya dilaksakan sesuai dengan
tingkatan masing-masing jaman. Yaitu Melaksanakan penebusan dosa yang sangat
ketat dilakukan orang pada kerta yuga, mempelajari ilmu pengetahuan (jnana)
yang diutamakan orang pada treata yuga , melaksanakan upacara yadnya yang
diutamakan orang pada dwapara yuga dan berdaana (daanam) yang diutamakan orang
pada kali yuga .
7. Nilai
Spiritual
Pemakaian binatang dan
tumbuh-tumbuhan sebagai sarana upacara Yadnya telah disebutkan dalam “Manawa
Dharmasastra V.40”; Tumbuh-tumbuhan dan binatang yang digunakan sebagai
sarana upacara Yadnya itu akan meningkat kualitasnya dalam penjelmaan
berikutnya. Manusia yang memberikan kesempatan kepada tumbuh-tumbuhan dan hewan
tersebut juga akan mendapatkan pahala yang utama. Karena setiap perbuatan yang
membuat orang lain termasuk sarwa prani meningkat kualitasnya adalah perbuatan
yang sangat mulia. Perbuatan itu akan membawa orang melangkah semakin dekat
dengan Tuhan. Karena itu penggunaan binatang sebagai sarana pokok upacara banten
caru bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat kebinatangan atau keraksasaan
menuju sifat-sifat kemanusiaan terus meningkat menuju kesifat-sifat kedewaan.
Nilai-Nilai
yang Terkandung dalam Astadasa Parwa
Adapun
nilai-nilai yang terkandung di dalam teks Astadasaparwa diantaranya adalah:
Nilai ajaran dharma, nilai kesetiaan, nilai pendidikan dan nilai yajna (korban
suci). Nilai-nilai ini kiranya ada manfaatnya untuk direnungkan dalam kehidupan
dewasa ini.
Pertama, Nilai Dharma (kebenaran
hakiki) ,
inti pokok
cerita Mahabharata adalah konflik (perang) antara saudara sepupu (Pandawa
melawan seratus Korawa) keturunan Bharata. Oleh karena itu Mahabharata disebut
juga Maha-bharatayuddha. Konflik antara Dharma (kebenaran/kebajikan) yang
diperankan oeh Panca Pandawa) dengan Adharma (kejahatan/kebatilan ) yang
diperankan oleh Seratus Korawa. Dharma merupakan kebajikan tertinggi yang
senantiasa diketengahkan dalam cerita Mahabharata. Dalam setiap gerak tokoh
Pandawa lima, dharma senantiasa menemaninya. Setiap hal yang ditimbulkan oleh
pikiran, perkataan dan perbuatan, menyenangkan hati diri sendiri, sesama
manusia maupun mahluk lain, inilah yang pertama dan utama Kebenaran itu sama
dengan sebatang pohon subur yang menghasilkan buah yang semakin lama semakin banyak
jika kita terus memupuknya. Panca Pandawa dalam menegakkan dharma, pada setiap
langkahnya selalu mendapat ujian berat, memuncak pada perang Bharatayuddha.
Bagi siapa saja yang berlindung pada Dharma, Tuhan akan melindunginya dan
memberikan kemenangan serta kebahagiaan. Sebagaimana yang dilakukan oleh
pandawa lima, berlindung di bawah kaki Krsna sebagai awatara Tuhan. "
Satyam ewa jayate " (hanya kebenaran yang menang).
Kedua, nilai kesetiaan (satya) ,
cerita
Mahabharata mengandung lima nilai kesetiaan (satya) yang diwakili oleh
Yudhistira sulung pandawa. Kelima nilai kesetiaan itu adalah: Pertama, satya
wacana artinya setia atau jujur dalam berkata-kata, tidak berdusta, tidak
mengucapkan kata-kata yang tidak sopan. Kedua, satya hredaya, artinya setia
akan kata hati, berpendirian teguh dan tak terombang-ambing, dalam menegakkan
kebenaran. Ketiga, satya laksana, artinya setia dan jujur mengakui dan
bertanggung jawab terhadap apa yang pernah diperbuat. Keempat, satya mitra,
artinya setia kepada teman/sahabat. Kelima, satya semaya, artinya setia kepada
janji. Nilai kesetiaan/satya sesungguhnya merupakan media penyucian pikiran.
Orang yang sering tidak jujur kecerdasannya diracuni oleh virus ketidakjujuran.
Ketidakjujuran menyebabkan pikiran lemah dan dapat diombang-ambing oleh gerakan
panca indria. Orang yang tidak jujur sulit mendapat kepercayaan dari
lingkungannya dan Tuhan pun tidak merestui.
Ketiga, Nilai pendidikan,
Sistem
Pendidikan yang di terapkan dalam cerita Mahabharata lebih menekankan pada
penguasaan satu bidang keilmuan yang disesuaikan dengan minat dan bakat siswa.
Artinya seorang guru dituntut memiliki kepekaan untuk mengetahui bakat dan
kemampuan masing-masing siswanya. Sistem ini diterapkan oleh Guru Drona, Bima
yang memiliki tubuh kekar dan kuat bidang keahliannya memainkan senjata gada,
Arjuna mempunyai bakat di bidang senjata panah, dididik menjadi ahli
panah.Untuk menjadi seorang ahli dan mumpuni di bidangnya masing-masing, maka
faktor disiplin dan kerja keras menjadi kata kunci dalam proses belajar
mengajar.
Keempat, Nilai yajna (koban suci
dan keiklasan) ,
bermacam-macam
yajna dijelaskan dalam cerita Mahaharata, ada yajna berbentuk benda, yajna
dengan tapa, yoga, yajna mempelajari kitab suci ,yajna ilmu pengetahuan, yajna
untuk kebahagiaan orang tua. Korban suci dan keiklasan yang dilakukan oleh
seseorang dengan maksud tidak mementingkan diri sendiri dan menggalang
kebahagiaan bersama adalah pelaksanaan ajaran dharma yang tertinggi (yajnam
sanatanam).
Kegiatan
upacara agama dan dharma sadhana lainnya sesungguhnya adalah usaha peningkatan
kesucian diri. Kitab Manawa Dharmasastra V.109 menyebutkan.:
"Tubuh
dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kejujuran (satya), atma
disucikan dengan tapa brata, budhi disucikan dengan ilmu pengetahuan
(spiritual)"
Nilai-nilai
ajaran dalam cerita Mahabharata kiranya masih relevan digunakan sebagai pedoman
untuk menuntun hidup menuju ke jalan yang sesuai dengan Veda. Oleh karena itu
mempelajari kita suci Veda, terlebih dahulu harus memahami dan menguasai
Itihasa dan Purana (Mahabharata dan Ramayana), seperti yang disebutkan dalam kitab
Sarasamuscaya sloka 49 sebagai berikut :
"Weda
itu hendaknya dipelajari dengan sempurna, dengan jalan mempelajari itihasa dan
purana, sebab Weda itu merasa takut akan orang-orang yang sedikit
pengetahuannya"
Makna Filosofis Astadasaparwa
(Mahabharata)
Tubuh
manusia memiliki 10 organ (indriya), yaitu lima organ sensorik (
jinanendriyas) dan lima organ motorik ( karmendriyas), dan sebuah
"antahkarana" atau organ/indera internal. Sedangkan organ sensorik
dan motorikadalah organ eksternal (bahihkarana). Antahkarana berhubungan
langsung dengan tubuh fisik. Antahkarana merupakan bagian intrinsik dari
pikiran itu sendiri. Berkat kerja dari bagian inilah pikiran kita bisa
merasakan perut yang kosong,dan kemudian merasa lapar. Begitu perut kosong,
pikiran mulai mencari makanan, dan hal ini diekspresikan melalui aksi fisik.
Jadi terdapat dua bagian, yang satu merupakan bagian intrinsik pikiran, dan
satu bagian lagi adalah kesepuluh organ.
Yang
mendorong terjadinya aktivitas adalah antahkarana. Antahkarana tersusun atas
pikiran sadar (conscious) dan bawah sadar (subconscoius). Maka jika antahkarana
menginginkan sesuatu, maka tubuh fisiklah yang bekerja menurut keinginan
tersebut.
Dalam
Sanskrit dikenal enam arah utama yang dinamakan "disha" atau
"pradisha": Utara, Selatan, Timur, Barat, Atas, dan Bawah. Juga
terdapat empat sudut yang dinamakan "anudisha": Barat Laut (iishana),
Barat Daya (agni), Tenggara (vayu) dan Timur Laut (naerta). Jadi seluruhnya ada
sepuluh.
Pikiran
sesungguhnya buta. Dengan pertolongan "wiweka" (conscience/hati
nurani) maka pikiran bisa melihat dan memvisualisasikan sesuatu. Jadi pikiran
dapat dilambangkan dengan Dhritarastra (Seorang raja yg buta dalam kisah
Mahabharata), dan daya fisik, yaitu kesepuluh organ dapat bekerja dalam sepuluh
arah secara simultan. Jadi pikiran memiliki 10 organ X 10 arah = 100 ekpresi
eksternal. Dengan kata lain, ke-100 putra Dhritasastra melambangkan seratus
ekspresi eksternal ini.
Bagaimana dengan Pandawa?
Mereka melambangkan lima faktor
fundamental dalam struktur manusia.
- Sadewa/Sahadeva melambangkan faktor padat, mereprestasikan cakra muladhara (kemampuan untuk menjawab segala sesuatu).
- Nakula pada cakra svadhisthana. Nakula berarti "air yang mengalir tanpa memiliki batas". "Na" berarti "Tidak", dan "kula" bararti "batas", melambangkan faktor cair.
- Arjuna, melambangkan energi atau daya, faktor cahaya pada cakra manipura, selalu berjuang untuk mempertahankan keseimbangan.
- Bhima, putra Pandu, adalah faktor udara "vayu", terdapat pada cakra anahata.
- Terakhir adalah Yudhisthira, pada cakra vishuddha, dimana terjadi peralihan dari sifat materi ke sifat eterik.
Jadi pada
pertempuran antara materialis dan spiritualis, antara materi kasar dan materi
halus, Yudhisthira tetap tak terpengaruh."Yudhi sthirah Yudhisthirah"
artinya "Orang yang tetap tenang/diam saat pertempuran dinamakan
Yudhisthira".
Krsna
terdapat pada cakra sahasrara. Jadi ketika kundalinii (Keagungan yang tertidur)
terbangkitkan, naik dan menuju perlindungan Krsna dengan bantuan Pandawa, maka
Jiiva (unit diri) bersatu dengan Kesadaran Agung. Pandawa menyelamatkan jiiva
dan membawanya ke perlindungan Krsna.
Sanjaya adalah
menteri-nya Dhritarastra. Sanjaya adalah wiweka(Nalar/pertimbangan).
Dhritarastra bertanya kepada Sanjaya, karena ia sendiri tidak bisa melihatnya,
"Oh Sanjaya, katakan padaku, dalam perang Kuruksetra dan Dharmaksetra,
bagaimana keadaan pihak kita?"
Keseratus
putra Dhritarastra, pikiran yang buta, mencoba menguasai jiiva, yang
diselamatkan oleh Pandawa melalui pertempuran. Akhirnya kemenangan ada di pihak
Pandawa, mereka membawa jiiva ke perlindungan Krsna. Inilah arti filosofis dari
Mahabharata.
Kuruksetra
adalah dunia tempat melakukan aksi, dunia eksternal, yang menuntut kita terus
bekerja. Bekerja adalah perintah. "Kuru" artinya "bekerja",
dan ksetra artinya "medan", Dharmaksetra adalah dunia psikis
internal. Disini Pandawa mendominasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar